English Version | Bahasa Indonesia

Acara dan Upacara

Upacara Robo-robo

Upacara Robo-robo merupakan suatu upacara yang rutin diadakan oleh masyarakat di Mempawah. Upacara ini dihelat pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Nama Robo-robo karena acara ini dilaksanakan pada hari Rabu.

Jika dirunut dari sejarah, Upacara Robo-robo dilaksanakan sebagai ritual untuk memperingati kedatangan atau napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan di Kabupaten Ketapang ke Kerajaan Mempawah di Kabupaten Pontianak pada tahun 1737 M/1448 H. Selain itu, Robo-robo juga digelar sebagai upaya tolak bala karena terdapat kepercayaan bahwa pada bulan safar banyak diturunkan bala.

Opu Daeng Menambon (1695-1763) adalah putra Opu Tandre Borong Daeng Rilekke, Raja dari Kerajaan Luwu di Sulawesi Selatan yang menikah dengan Putri Kesumba, anak dari pasangan Utin Indrawati (putri Panembahan Senggaok, Mempawah) dengan Sultan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan Tanjungpura. Pasangan Puteri Kesumba dan Opu Daeng Menambun inilah yang kemudian menurunkan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Mempawah.

Sepeninggal Panembahan Senggaok (ayah Utin Indrawati) pada tahun 1737 M, Opu Daeng Menambon naik tahta sehingga bergelar Pangeran Mas Surya Negara. Pemerintahan Opu Daeng Manambun berakhir pada tahun 1761. Dua tahun kemudian, Opu Daeng Menambon mangkat dan dimakamkan di Sebukit Rama.

Kedatangan Opu Daeng Menambon ke Mempawah membawa dampak yang sangat besar. Selain menyebarkan agama Islam, kedatangan Opu Daeng Menambon juga secara langsung turut membangun Mempawah melalui kapasitasnya sebagai raja di Kerajaan Mempawah. Kedatangan Opu Daeng Menambon dengan membawa agama Islam tidak serta merta menggantikan agama yang telah ada di Mempawah, meskipun pada perkembangan kemudian Kerajaan Mempawah lebih bercorak Islam setelah kedatangan beliau. Opu Daeng Menambon justru berusaha merangkul agama-agama yang ada dan meletakkan fondasi tenggang rasa antaragama. 

Opu Daeng Menambon juga dianggap sebagai peletak dasar keberagaman etnis di Mempawah. Kedatangan beliau yang membawa serta berbagai etnis ke Mempawah memberikan pelajaran tersendiri bahwa perbedaan bukanlah penghalang. Justru keragaman tersebut menjadi kekayaan yang harus dilestarikan. Inilah nilai keharmonisan antaretnis dan antaragama yang telah diajarkan oleh Opu Daeng Menambon

Pelaksanaan Upacara Robo-robo

Upacara Robo-robo dihelat di Sungai Mempawah. Ritual pertama dari upacara ini adalah dikumandangkannya suara adzan dan disusul dengan pembacaan doa yang dilakukan oleh Pemangku Adat Istana Amantubillah, Kerajaan Mempawah. Prosesi berikutnya yaitu Ritual Buang-buang. Sedangkan ritual terakhir adalah Makan Saprahan.

Upacara Robo-robo melibatkan Raja Kerajaan Mempawah beserta para para kerabat istana. Raja dan kerabat ini bertolak dari Desa Benteng dengan menggunakan Perahu Lancang Kuning dan Perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh raja, sedangkan Perahu Bidar diperuntukkan bagi para kerabat istana. Mereka akan berlayar selama sekitar satu jam menuju muara Sungai Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.

Sesampainya di muara Sungai Mempawah, seorang kerabat istana yang menjabat sebagai Pemangku Adat mengumandangkan adzan yang disusul dengan membaca doa talak bala (talak balak). Prosesi selanjutnya adalah Ritual Buang-buang yang biasanya dihelat ba’da Dhuhur. Ritual Buang-buang adalah suatu prosesi pelemparan sesaji ke Sungai Mempawah. Sesaji yang dilemparkan ke sungai terdiri dari beras kuning, bertih, dan setanggi. Berbagai sesaji tersebut memuat makna religius, yaitu nasi kuning dan bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sedangkan setanggi mengandung makna keberkahan. Ritual Buang-buang bertujuan untuk penghormatan dan pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu sumber penghidupan masyarakat. Selain itu, Ritual Buang-buang juga bertujuan untuk menyelaraskan kehidupan masyarakat dengan alam sekitar. Selesai melaksanakan Ritual Buang-buang, Raja Mempawah beserta para kerabat istana merapat ke tepi Sungai Mempawah untuk bersiap-siap melaksanakan Makan Saprahan di halaman depan Istana Amantubillah.

Ritual Makan Saprahan adalah makan bersama di halaman depan Istana Amantubillah dengan menggunakan baki atau talam. Setiap baki/talam (saprah) yang berisi nasi dan lauk biasanya diperuntukkan bagi empat atau lima orang. Ritual Makam Saprahan memuat nilai simbolis, yaitu, kebersamaan antaretnis dan agama karena pada saat makan tidak lagi dipersoalkan tentang status, agama, dan asal-usul seseorang.

Hal lain yang tak kalah menariknya dalam Ritual Robo-robo adalah dihidangkannya berbagai masakan khas istana dan daerah setempat yang mungkin tidak lagi populer di tengah-tengah masyarakat, seperti lauk opor ayam putih, sambal serai udang, selada timun, ikan masak asam pedas, dan sop ayam putih. Sebagai penganan pencuci mulut disuguhkan kue sangon, kue jorong, bingke ubi, putuh buloh, dan pisang raja. Sementara untuk minumnya, disediakan air serbat yang berkhasiat memulihkan stamina. Sedangkan untuk memeriahkan Ritual Robo-robo, biasanya ditampilkan aneka hiburan tradisional masyarakat setempat, seperti tundang (pantun berdendang), jepin, dan lomba perahu bidar.

Sumber: http://wisatamelayu.com

 

Dibaca : 10362 kali
« Kembali ke Kerajaan Mempawah

Share

Form Komentar

suparman jaya 26 Februari 2013 15:33

Nih...mau tanya kalau boleh tau apakah ada landasan hukum Islam dalam pelaksanaan Ritual Robo-robo? Bukankah dalam pelaksanaan tersebut jika tidak ada landasan hukum Islamnya merupakan perbuatan sirik? Tolong dong kasi komentarnya untuk saya jadikan refersnsi "thanks to Raja Menambon" dari keturunan Daeng Talib.