Kerajaan Mempawah memiliki alat musik yang disebut Senenan. Ensamble Senenan mirip dengan gamelan yang lazim dipakai di Jawa. Menurut Karaeng Saiful, seorang Laskar Kerajaan Mempawah, Senenan merupakan alat musik yang mendapat pengaruh dari Kerajaan Majapahit. Gamelan Senenan yang asli masih tersimpan di Istana Amantubillah. Sedangkan yang lazim dipakai (ditabuh) merupakan replika dari Senenan yang asli.
Jika ditilik dari pernyataan tersebut, maka besar kemungkinan Senenan masuk ke Mempawah ketika kerajaan ini dipimpin oleh Patih Gumantar pada abad ke-14. Kemungkinan ini diperkuat dengan adanya hubungan kerjasama antara Kerajaan Mempawah (dulu masih bernama Kerajaan Bangkule Rajakng) yang dipimpin oleh Patih Gumantar dengan Kerajaan Majapahit yang kala itu diwakilkan kepada Patih Gadjah Mada. Kerjasama dua kerajaan tersebut bertujuan untuk menghadang ekspansi pasukan Mongolia. Salah satu langkah yang dilakukan kedua kerajaan ini adalah melakukan penghadangan terhadap pasukan Mongolia di Muangthai (Thailand).
Indikasi adanya hubungan budaya juga semakin diperkuat dengan hubungan harmonis yang terjadi antara Patih Gumantar dengan Patih Gadjah Mada. Hubungan tersebut ditandai dengan pemberian cinderahati dari Patih Gajah Mada kepada Patih Gumantar berupa Keris Susuhunan.
Alat Musik Senenan dimainkan oleh 7 orang penabuh. Alat musik ini terdiri dari:
Para pemain (penabuh) Senenan memainkan alat musik ini dengan cara berdiri. Berbeda dengan gamelan yang dimainkan dengan cara duduk bersila.
Penabuh kendang menjadi pemimpin dalam memainkan alat musik Senenan. Permainan dengan tempo cepat maupun lambat, tergantung dari pemain kendang dalam memainkannnya. Permulaan dan akhir dari tiap lagu juga diawali dari pukulan kendang.
Lagu yang dimainkan lebih cenderung dinamis, mengalir, dan spontan. Dua skala dalam tangga nada pada gamelan yang bernama slendro dan pelog tidak berlaku untuk alat musik Senenan.